Sabtu, 04 Januari 2014

Terima Kasih.

Dua puluh satu tahun, bukan waktu yang lama untuk sebuah pengalaman, tapi waktu yang tepat untuk menentukan masa depan. Hati ini sudah pernah terombang-ambing, disakiti, disembuhkan dan diretakkan kembali. Ah, andai saja Tuhan mempercepat pertemuanku dengan jodohku. Aku sudah lama mencari, seperti setiap orang inginkan, aku menginginkan seseorang yang memiliki kelebihan. Setidaknya bisa melengkapiku saat dia tau kekuranganku. Membangun kebaikan bersama.

Kamu, aku bertemu denganmu.

Badan tinggi menjulang, otot-otot biru di kulitnya menambah aksen di badannya, mata yang tegas memancarkan keyakinan, alis tebal, hidung mancung dan berukuran berlebih yang hampir menjadi fokus utama di wajah, serta kumis dan jambang yang menghiasi kedewasaan.

Kita saling menatapkan pandangan, bibir kita saling berucap nama, tangan kita bersentuhan saling menjabat. Pria di depanku ini sempat membuat tubuhku pucat dingin, tak dapat melontarkan kata-kata, hanya kekagumanku yang mungkin tampak bodoh. Pria yang mampu mengundang kebencian banyak perempuan padaku saat aku mendekatinya. Iya, karena mereka juga menaruh hati yang sama sepertiku.

Kamu yang menurutku memiliki sesuatu yang aku butuhkan. Kamu yang seandainya kamu tau, semua yang ada pada dirimu, itu kriteria yang aku inginkan, kecuali kekuranganmu. Tapi itu bukan masalah bagiku, ketika aku menemukanmu, lalu kemudian aku jatuh hati padamu dan saat itu pula aku menerimamu seutuhnya. Aku kira seperti ada yang berantakan tapi tak terpedulikan olehku.

Aku bersyukur bisa memilikimu kali ini, seperti menang dari sekian banyak perempuan di sekitarmu. Kamu yang periang. Kamu yang tampan. Kamu yang selalu bisa menenangkanku. Kamu yang selalu menjadi penasehat terbaik saat aku kacau. Kamu yang selalu menggoreskan senyum di wajahku. Kamu yang berani. Kamu yang memberiku semangat saat aku lemah. Kamu yang selalu aku ingat saat malam-malam menjelang tidurku. Kamu yang tetap membanggakan aku ketika semua orang mencemoohku. Kamu yang selalu menghargai setiap perjuanganku. Kamu yang setia menerima kejahilanku, candaanku dan semua cerita tak pentingku. Kamu yang mampu tetap tersenyum ketika tangisku pecah didepanmu. Dan kamu yang selalu aku sebut dalam perbincanganku dengan Tuhan. Entahlah, aku selalu merasa genap karenamu.

Ah, bisa saja aku ini bicara tentang semua kelebihanmu dengan gamblangnya, sampai aku lupa kalau aku punya banyak kekurangan, aku sampai tak menyadari hal itu. Tapi kamu menerimaku begitu saja? Aku jadi takut sombong. Tapi sekali lagi, beruntunglah aku, kamu selalu mencegahku dari ketidakbaikan. Aku mendapat banyak sekali pelajaran darimu –tentang hidup.

Aku dan kamu bukanlah manusia yang sempurna, aku punya kelebihan yang menjadi kekuranganmu. Begitu juga dengan kekuranganku yang menjadi kelebihanmu. Kita saling dipertemukan oleh Tuhan, untuk saling melengkapi.

Aku kira Tuhan akan lebih lama lagi mempertemukan dengan beberapa pria yang buruk sebelum bertemu dengan pria yang baik. Tapi perkiraanku salah, Tuhan telah mempertemukanku denganmu, pria terbaik.

Terima kasih, sahabatku.

Akankah kamu yang menjadi jodohku(?).

-sahabat yang mencintai dalam diam-

Rabu, 01 Januari 2014

Selamat Tanggal Satu (Jarak)


Saat tulisan ini tertulis, ada banyak terompet dan suara parau manusia-manusia yang berbahagia di luar sana. Aku terbangun dari tidur malamku, melihat sekelilingku. Tak ada yang berbeda, sama semuanya tak berubah, sayang. Hatiku pula, masih memilihmu.  Mataku masih sayu dalam gelapnya ruang kamarku. Selimut ini masih satu-satunya hal yang dapat menghangatkanku. Ada kenangan yang memenuhi ruang-ruang kosong dalam otakku.

Sudah tanggal 1, di tahun yang baru. Aku tak tau apa yang berbeda, seharusnya aku berbahagia hari ini. Menemukan bagian mana yang harus aku sebut “baru”. Oh memang ada yang baru, status kita. Aku begitu merasakannya kali ini, tapi sesak rasanya. Keadaan yang baru, perjuangan yang baru, penguatan yang baru dan kesetiaan yang jauh harus diperbarui. Ada jarak diantara kita, bukan hanya sejengkal, tapi beratus-ratus kilometer. Seakan semua tak mau mengerti, padahal hatiku dan hatimu sedang memainkan cerita bahagianya Tuhan. Sangat kacau kali ini, sampai aku tak benar-benar paham, apakah perpisahan ini bagian dari cerita? Lalu kenapa dulu ada bagian pertemuan?

Segala yang memberatkan menggoda pikiranku dan pikiranmu, dan pada akhirnya kita memilih untuk mencoba bertahan. Karena mempertahankan jauh lebih mudah dan menyenangkan daripada harus melepaskan. Pasrah saja dengan janji Tuhan.

Aku mulai bisa menerima kenyataan. Tak apa, setidaknya masih ada yang bisa aku syukuri, aku masih memilikimu, memiliki hatimu walaupun jarak tak berpihak padaku. Aku masih bisa mengkhawatirkanmu sebagai kekasihku, masih bisa menanyakan kabarmu, masih bisa menyimpan rindu ini baik-baik sampai waktunya kau ambil rindu ini dan masih bisa mengisi kekosongan hatimu.

Aku masih berjalan di lorong, berniat menyusulmu diujung lorong. Walau sendirian, tapi setidaknya aku berjalan menuju terang, itu kamu.

Tahun ini, sudah hampir dua tahun aku menjadi kekasihmu dan sudah tak terhitung lagi berapa kata rindu yang aku ucapkan. Kamu enggak bosan kan? Taukah kau, sebenarnya aku tak pernah merencanakan untuk sebuah rindu padamu, semua terjadi secara tiba-tiba dan itu sering.

Aku merasa benar ketika aku menjadi wanitamu, sok memberanikan diri melawan jarak yang sering orang lain kira ini akan sulit. Terus menerus aku mencoba dan pun kamu juga memilih mempertahankan. Inilah perjuangan, mengunci hati hanya untuk suatu kebahagiaan dunia.

Setelah hari ini, hari-hari yang aku lalui akan tetap sama, bersama hatimu, tapi membiarkan ragamu jauh. Mungkin aku cukup menjalani hidup yang normal saja dengan rutinitas seperti biasanya. Tak akan ada yang berbeda di tanggal 1 ini, selain kota kita. Hatiku, kegiatanku, lelakiku, keluargaku dan rasaku, tak ada yang baru, tetap sama dengan posisi yang sama pula.

Aku tetap menunggu pelukanmu, menghangatkan tubuhku dan gelisahku selain selimutku. Menunggu jemari ini kau sisipi dengan jemarimu, menuntunku melewati tahun-tahun yang terlalu lambat menurutku. Aku ingin cepat bertemu denganmu, sayang. Sampai tak ada lagi jarak yang menertawankan kita. Aku ingin kamu hanya sejengkal saja dari keberadaanku. Dan jangan sampai ada perempuan baru dalam jengkalan itu. Aku percaya kamu.

Selamat Tahun Baru, kamu.
-AZ-