Setiap rasa sayang tak akan bisa dipaksakan.
Rasa yang datang ketika kamu
menawarkan segala keseriusan. Kita bertemu lewat pesan singkat, menyapaku
dengan kata-katamu yang tak pernah aku tau maksutmu. Kita tak pernah
merencanakan sebuah pertemuan, tapi aku tau, kita harus bertemu. Bertemu untuk
saling mengagumi satu sama lain.
Begitu bergejolak hati ini, kamu
berkata untuk menemuiku. Aku menerima ajakanmu, menunggumu di teras, untuk
saling berkenalan lebih dekat. Aku telah bertemu denganmu, melihatmu aku bisa
tau rasanya tersenyum. Ceritamu yang begitu runtut membuatku semakin ingin
mengenalmu. Sebelumnya tak pernah aku melihat sosok sepertimu, pencerita dan
pembuat perasaan terasa nyaman. Apakah kamu tau ? aku mulai sadar, aku memiliki
perasaan padamu, tampan. Entah denganmu, dari sikapmu aku menganggap semuanya
ini normal, kita terlampau dekat, kita bertemu dan saling memiliki rasa. Aku
menikmati setiap waktu kita.
Setiap pertemuan pasti berujung
perpisahan. Hari itu, tak ingin sekalipun aku mengakhiri waktuku bersamamu,
tapi aku sadar, kita bukan apa-apa dan aku bukan siapa-siapamu. Senyummu dan
perkataanmu yang kau lontarkan padaku “Kamu hati-hati ya, jaga diri baik-baik. Kalau
butuh apa-apa, hubungi saja aku, kakakmu”.
“Kakakmu” ? aku tak pernah ingin
mendengar kata itu. Aku memang bukan bagian dari kamu sekarang, tapi apakah
kamu tau ? lebih baik aku kau anggap temanmu yang suatu saat nanti akan menjadi
teman hidupmu, daripada harus kau anggap sebagai adikmu.
Ada apa, kenapa dan siapa yang
harus disalahkan sekarang ? Apakah aku terlalu kecil untuk menjadi kekasihmu ?
Tidakkah kamu tau aku mengaharapkan lebih dari sekedar perasaan adik-kakak ?
Semoga pikiranku ini semua salah. Tapi mungkin saja benar, hari berikutnya,
kenapa kamu terus memanggilku dengan panggilan “Dik”.
Padahal sebelum aku mengenalmu,
aku bertanya pada banyak orang tentangmu. Mereka bilang jangan aku teruskan
perkenalan ini, tapi aku yakin kamu adalah spesial. Memang benar spesial
mungkin dan ke-spesial-anmu itu tidak untukku yang biasa saja.
Setiap hari perhatianmu mengalir
untukku, tapi it uterus membuatku merasa sesak. Kamu bercerita tentang hidupmu,
keluargamu, sahabatmu bahkan keseharianmu. Tapi aku tau, aku hanya adikmu,
bukan lebih. Sampai aku menemukan ceritamu, cerita tentang orang lain yang
mampu merebut hatimu. Teganya kamu menceritakan itu padaku ? Apakah kamu tak
tau perasaanku sebenarnya padamu ?. Lalu, perhatianku, pengorbananku dan
semuanya tak sedikitpun yang kamu mengerti. Aku lupa, kamu laki-laki, yang tak
peka atas perasaan wanita.
Aku terus mendapatkan kabar
darimu, kabar tentangmu, tapi tentangmu bersama yang lain. Aku ingin berteriak
dan menangis. Tapi untuk apa ? tak akan kau dengarkan. Aku hanya teman dekatmu
yang kau anggap sebagai adikmu.
Aku tau setiap rasa sayang tak
akan bisa dipaksakan. Aku merelakanmu, aku bahagia atas bahagiamu, tapi itu
terlalu munafik. Semoga kamu bahagia “kakak”. Biarkan perasaanku terpendam,
terpendam kedinginan sendirian tanpa pelukan dan tanpa raihan tanganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar