Mengagumi laki-laki yang selalu bersamaku adalah
kebiasaanku. Membiarkannya bahagia atas tingkah laku kita sehari-harinya. Iya,
laki-laki itu pacarku. Dan setiap pasangan pasti menginginkan kisahnya menjadi
masa depan. Tapi berbeda, yang tanpa aku sadari, aku masih mengingat masa
laluku, masa lalu yang sebenarnya kelam tapi menyisakan ceceran kenangan yang
kadang susah untuk dilupakan.
Tingkahku berbeda ketika aku mengingat sosok masa
laluku, haus akan perhatiannya dan menginginkan jemarinya yang masih teringat
di pikiranku. Sampai aku tau, tak akan bisa aku membohongi lelakiku tentang
rasa yang seharusnya tak aku tunjukkan lagi.
Saling bercengkerama adalah hal biasa yang kita
lakukan. Menceritakan sesuatu yang dianggap biasa, menjadi luar biasa ketika
kita bicarakan berdua. Menanyakan keadaan walaupun setiap saat kita saling
memperhatikan.
“Jadi, ada apa denganmu ?” tanyanya mengejutkan
disela-sela perbincangan bodoh kita.
“Ada apa ?” jawabku tertegun dengan tatapan kagumku
yang berubah menjadi tatapan terancam.
“Aku mengenalmu melebihi siapapun. Dan kamu tau
tulusnya aku. Aku pasti tau sedikit saja perubahanmu”. Lirih pernyataan itu,
dengan matanya yang tajam dan parasnya yang tampan, tak lagi menunjukkan
ketegasannya. Hanya kekhawatiran di raut wajahnya.
Aku tertegun, melihatnya aku malu. Aku tau tak akan
bisa aku berbohong, karena kebohongan tak akan bisa selamanya disembunyikan. “Maafkan
aku, masa lalu yang telah aku hindari, serasa memaksa untuk tak dihindari. Aku merindukannya”.
“Apa yang kamu lakukan dibelakangku ? Apa sudah tidak
ada logikamu. Cinta yang tak lagi mempertahankanmu, masih saja kamu penjarakan
di pikiranmu ?”
Aku ingat aku hanya wanita. Aku tak bisa menjawab
semuanya dengan tegas ketika aku memang salah. Aku meneteskan air mata. Air mata
yang harus aku keluarkan memang, untuk laki-laki yang telah aku khianati ini.
“Taukah kamu, sayang ? Orang itu tak lagi pantas ada
di pikiranmu. Kalau boleh aku berkata padamu, aku juga pernah berfikir tentang
masa laluku. Semua orang tau, masa laluku, wanita itu terlihat sempurna. Tak ada
lelaki yang mampu menolaknya. Tapi aku lebih bisa menghargai takdir. Aku memilikimu
sekarang, sosok yang aku perjuangkan, karena aku tau ketulusan rasamu ke aku
melebihi masa laluku sendiri”, menegaskan dia kepadaku, mengusap wajahnya yang
tampan dengan tangannya, menandakan kekecewaannya kepadaku.
“Maafkan aku, maaf aku hanya bisa mengecewakanmu”
terisak aku dalam tangisku.
“Aku tau aku tak sempurna. Tapi paling tidak kita
bisa saling melengkapi. Kita adalah satu, tidak mungkin memperjuangkan hanya
setengah” emosinya mereda dengan mata teduhnya mencoba menenangkanku.
“Kita jalani sama-sama, ketulusan yang bisa
mengalahkan semuanya”. “Aku janji, kamu akan bahagia bersamaku”. “Aku tak perlu
ada orang lain di hidup kita, hanya aku dan kamu”.
Kalimatnya membuat aku sadar, tersenyum lebar. Ada sosok
yang selama ini menyayangiku dengan tulus, tak ingin menyakitiku. Bagaimana
bisa aku tak melihat itu ? Ah, mungkin karena aku tak pernah ada niat untuk
menghilangkan masa laluku.
Aku memang harus mencoba. Mencoba mencintai orang
yang mencintaiku, sebelum aku kehilangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar