Minggu, 30 November 2014

Jatuh Cinta Tak Pernah Sehebat Ini.



Apa kabar kamu, sering kali aku bertanya seperti itu padamu, bukan karena aku terabaikan tapi karena aku merindukanmu. Apa kabar jerawat di pipimu ketika terakhir kali bertemu denganku? Masih ada kah? Aku selalu suka dengan jerawatmu, kamu bilang itu akibat dari kamu terlalu banyak merindukanku. Setelah kita memutuskan untuk saling ingin memiliki, walaupun tanpa ikatan yang pasti, tapi itu tak membuatku berhenti menyayangimu. Aku selalu memperhatikan setiap senyummu yang selalu mampu membuatku jatuh hati. Aku selalu merasa bahagia ketika kamu lupa akan umurmu dan bermanja-manja kepadaku.

Hei kamu lelaki yang mampu membuatku luruh.

Ingatkah kamu bagaimana pertama dulu kita bertemu? Tentang tatapan pertamamu kepadaku, kamu selalu salah tingkah ketika aku berbalik menatapmu. Tanganmu yang mencoba melebur dengan punggung tanganku pertama waktu itu, kamu terasa sangat malu-malu. Candaan pertamamu waktu itu yang masih enggak aku pedulikan. Obrolan kita yang terlalu banyak diam, serta semua hal-hal yang membuat semuanya dimulai. Aku tak selalu jelas mengingat bagaimana kita bertemu, tapi yang aku jelas tau, kita sama-sama menginginkan.

Sebenarnya, kamu adalah pria yang biasa saja. Penampilanmu yang sering apa adanya, mungkin tak akan membuat pandangan perempuan beralih kepadamu. Kamu lebih sering terlihat hanya memakai kaos dan setelan jeans panjang dengan rambut yang dibiarkan acak-acakan. Sepertinya kamu tak peduli dengan adanya penemuan baru di bidang fashion seperti pomade. Ya, mungkin batas ketidak-tertarikan perempuan itu hanya sampai ketika kamu membuka obrolan, dan aku yakin, perempuan mana yang tak berhasil kamu buat nyaman dengan sifatmu yang friendly. 


Percayalah, kadang fisik harus di-nomor-duakan oleh perempuan ketika urutan puncak telah dihuni rasa nyaman.


Caramu untuk mendekatiku malah tak terlihat sama sekali olehku. Atau justru kamu yang terlalu pandai menyembunyikan kedok-mu? Pesan singkatmu selalu membuatku menanti. Sesekali kamu menawarkan telingamu untuk mendengar cerita suka dan dukaku, bahkan cerita tak pentingku. Kamu terlalu berbeda dengan kebanyakan pria yang lain yang membuatku merasa dikejar. Kamu datang seperti teman yang selalu dapat diandalkan.

Aku sangat bahagia dengan ungkapan-ungkapan sederhana kita setiap hari seperti: “Lagi apa?”, “Sudah makan belum?”. Aku juga sangat bahagia ketika kamu berusaha mengirimiku suara bangun tidurmu lewat voice note yang hanya sekedar mengucapkan “Selamat pagi”, walaupun suaramu terdengar sangat cempreng bagiku. Kamu selalu membuatku merasa manis dan istimewa. Tapi sesekali kamu juga pernah membuatku marah hanya karena ejekan dan candaanmu. Tenang saja, kamu tau kan? Aku memang perempuan yang gampang sekali ngambek.

Dan bertambahnya hari aku semakin tenggelam dalam rasaku padamu. Kamu yang selalu memberiku kejutan-kejutan sederhana yang tak pernah terpikirkan olehku. Padahal setauku, kamu bukan orang yang romantis. Kamu tau apa minuman kesukaanku dan kaget ketika aku bosan memesan minuman yang sama, kamu tau jam berapa aku tidur, kamu tau kerudung mana yang menjadi favoritku, bahkan kamu bisa membedakan aku sedang berdandan atau tidak saat bertemu denganmu.

Sekian lama kita bersama, sampai hari ini kamu tak pernah lupa mengingatkanku untuk menjaga kondisi fisikku yang ringkih, katamu aku ini pelupa soal menjaga kesehatan. Padahal justru kamu yang sering lupa, bekerja tak kenal waktu.

Sekali waktu dalam hidupmu, pernah kamu begitu lemah, meminta sandaran bahuku untuk menjadi rumah. Yang kamu inginkan adalah mendengar suaraku menenangkanmu dan aku yang mengusap lembut ujung kepalamu. Mungkin kamu hanya butuh penguatan. Setauku, pria setegar dirimu, hanya akan merasa nyaman meluapkan ceritanya jika bersama perempuan yang sudah dianggap pasangan jiwa. Untuk keadaan satu itu, aku berterima kasih telah mempercayakan emosimu kepadaku.

Oh iya. Terlepas dari semuanya, maafkan aku jika selalu merepotkanmu. Maafkan aku kalau membuatmu lelah menghadapiku. Aku ingin kita menghadapi masa depan dengan tetap saling menggenggam. Karena bersamamu, aku merasa semesta telah menciut cukup menjadi kamu. Aku merasa genap. Seharusnya aku juga patut berterima kasih pada Tuhan dan semesta yang telah kompak mempersatukan.

Aku baru saja menyebut Tuhan bukan? Aku sering berbincang denganNya. Membicarakan sesuatu hal yang penting. Membicarakan kamu. Dalam sujudku, saat dahi membentur sajadah yang beraroma dingin, aku meminta agar aku kuat. Kuat menjagamu.

Kepada kamu lelaki yang mampu membuatku luruh. Sekali lagi, apa kabar kamu?

Aku beri tau, jatuh cinta tak pernah sehebat ini.

Jumat, 14 November 2014

Dua Puluh Rindu.


1.     Aku rindu hidung kecilmu
2.    Aku rindu rambutmu yang acak-acakan
3.    Aku rindu senyum grogimu
4.    Aku rindu jerawat di pipimu
5.    Aku rindu suaramu ketika menguap
6.    Aku rindu matamu yang membelalak ketika aku memujimu
7.    Aku rindu gigimu yang rapi
8.    Aku rindu rambut halus di dagumu
9.    Aku rindu baju kotak-kotak dan topi kesayanganmu
10.  Aku rindu caramu meminum kopi
11.  Aku rindu leluconmu yang mampu membuat pecah
12.  Aku rindu cerita hidupmu
13.  Aku rindu logat Bahasa Indonesiamu yang ke-jawa-an
14.  Aku rindu caramu menikmati lagu
15.  Aku rindu melihatmu sibuk dengan kerjaanmu
16.  Aku rindu tatapanmu
17.  Aku rindu manjamu
18.  Aku rindu tanganmu yang menggenggam tanganku
19.  Aku rindu menggandeng lenganmu
20. Aku rindu semua hal yang membuatku rindu

Aku rindu kamu
Lelaki yang mampu membuatku luruh