Pernah aku tak menghiraukanmu, aku benci padamu dan aku sumpah serapah padamu, tapi percayalah itu hanya emosiku. Aku sayang kamu, aku menganggapmu lebih dari sekedar bagian dari hidupku.
Sudah banyak
yang lalu-lalang, tapi semuanya mungkin hanya bisa mampir minum kopi dan
memakan kue seperti hanya saat butuh saja mereka menyapa. Tapi entah kenapa,
kamu memilih singgah di hatiku ini lebih lama, menginap dan berharap aku
menjadikanmu teman hidupku sampai akhir hidupku.
Tak masalah bagiku,
aku sudah mengenal keluargamu. Ayahmu baik, ibumu ramah padaku, kakakmu selalu
bisa menghargaiku dan hanya satu di keluargamu yang tertutup denganku, adikmu,
mungkin karena dia laki-laki pemalu.
Sudah banyak
kebersamaan yang kita lewati memang. Aku yang rela mengorbankan kegembiraanku
hanya untuk mendengarkan gelisahmu. Aku yang rela berlari letih hanya untuk
menjemputmu. Aku yang rela mempertahankan lapar hanya untuk duduk menyandingkan
lengan kita untuk makan bersama. Aku yang rela membelalakkan mataku hanya untuk
menunggu balasan pesanmu. Aku yang rela melipat rasa bosanku untuk mendengarkan
ceritamu. Aku yang rela memeras otakku untuk sebuah kesuksesanmu. Aku yang rela
berbohong pada semua orang, agar mereka menganggapmu hebat.
Tapi aku bahagia
melakukan semuanya, berharap suatu saat aku akan mendapatkan kabar kesuksesan
tentangmu, walaupun tanpa menyebut namaku.
Kali ini, entah
apa yang membuatku berfikir untuk menjauh darimu. Padahal semua orang bilang
kita cocok, kenapa kita tak bersama saja selamanya? Ah, tak mungkin, aku telah
dengan hidupku dan kamu juga telah dengan hidupmu. Semuanya bukan karena aku
membencimu, aku takut kekasihmu tak bisa menerimaku yang selalu mengurusi
hidupmu, sudah ada dia, percayakan hidupmu padanya.
Atau mungkin aku yang lebih dulu mengkhianatimu, aku telah bersama dengan pria yang Tuhan
kirimkan padaku.
Tenang saja,
kekasihku orang yang baik, yang akan tetap menghargaiku jika aku menemuimu, tak
seperti kekasihmu itu.
Kamu, Sahabatku.
Sahabatku, perempuan cantik, baik, taat beragama dan selalu menganggapku keluarga, sepertimu, tak akan bisa aku lupa. Aku pasti
akan menemuimu, asal kekasihmu itu berhenti mengintrogasimu setiap kamu bertemu
dengan orang lain. Semoga aku tak pernah mendapat kabar ketidakbaikan
tentangmu.
Karena selamanya, aku tak ingin kamu terluka.